Lampung Timur
Kasus dugaan penyerobotan tanah bersertifikat Hak Milik (SHM) milik warga Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur, kini resmi ditangani aparat kepolisian setelah Mabes Polri menerima laporan masyarakat secara langsung pada 18 September 2025. Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Mabes Polri dengan nomor STTL/461/IX/2025/BARESKRIM.
Ratusan warga korban penyerobotan 103 bidang tanah, mendatangi Mabes Polri di Jakarta untuk melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah, penggelapan, pemalsuan surat, penipuan, dan pencantuman keterangan palsu dalam akta otentik.
Tiga terlapor yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah:
– Jeviri Afrizal, Direktur PT Wahana Raharja
– Fathar Roni alias Geger
– Muhammad Sudirman alias Sudi
Laporan ini merujuk pada dugaan pelanggaran Pasal 385, 372, 378, 263, dan 266 juga pasal 55 KUHP.
Perkara ini berawal dari adanya MOU kerja sama penambangan pasir antara warga Rejomulyo dan PD Wahana Raharja, pada tahun 1995. Dalam kerja sama tersebut, warga diminta menyerahkan kopelan untuk kepentingan pembuatan Surat Hak Milik (SHM) / Sertifikat Hak Milik sebagai jaminan administratif selama kegiatan berlangsung.
Namun setelah penambangan selesai, 103 SHM tersebut tidak dikembalikan kepada warga.
Warga menduga SHM yang tidak dikembalikan itu kemudian digunakan untuk:
– Mengeluarkan surat kuasa jual tanah tahun 2025
– Melakukan transaksi atas tanah tanpa persetujuan pemilik sah
– Upaya penguasaan tanah secara melawan hukum
Situasi inilah yang mendorong warga melaporkan kasus ini langsung ke Mabes Polri, karena mereka menilai persoalan telah mengarah pada dugaan tindak pidana berat dan melibatkan dokumen resmi negara.
Setelah menerima laporan, Mabes Polri melalui Bareskrim menerbitkan surat pelimpahan bernomor B/9695/IX/RES.7.4/2025/Bareskrim pada 24 September 2025. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa locus delicti berada di wilayah Lampung Timur sehingga penanganan selanjutnya dilakukan oleh Polda Lampung.
Pada 18 November 2025, penyidik Polda Lampung turun langsung ke lokasi bersama, BPN Lampung Timur, Pemerintah Desa Rejomulyo Aparat setempat,
Tim melakukan:
– Pemeriksaan lapangan terhadap 103 bidang tanah SHM
– Verifikasi dokumen SHM yang berada di PD Wahana Raharja
– Pemeriksaan MOU penambangan pasir
– Pemanggilan saksi-saksi
Klarifikasi pihak yang disebut dalam surat kuasa jual tanah
– Polda Lampung kemudian menerbitkan SP2HP sebagai bentuk transparansi penyidikan.
Penasehat hukum warga, Advocate Akmal, SH., ECIH, bahwa penguasaan SHM oleh PD Wahana Raharja merupakan masalah utama yang harus diselesaikan penyidik.
Ia menjelaskan bahwa SHM diserahkan warga kepada PD Wahana Raharja hanya untuk kepentingan MOU penambangan, bukan pengalihan hak.
“SHM milik warga diserahkan kepada PD Wahana Raharja hanya untuk kepentingan MOU penambangan pasir. Namun setelah penambangan selesai, SHM tidak pernah dikembalikan. Ini pelanggaran serius karena SHM adalah bukti hak milik yang tidak boleh dipindahtangankan tanpa prosedur resmi,” katanya.
Akmal menegaskan bahwa diterimanya laporan di Mabes Polri menunjukkan bahwa kasus ini memiliki dasar hukum kuat.
“STTLP Mabes Polri adalah pengakuan negara bahwa laporan warga memiliki dasar kuat. Penyidik harus menelusuri bagaimana SHM itu digunakan hingga muncul surat kuasa jual tanah,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa sengketa ini menyangkut masa depan ratusan keluarga pemilik SHM.
“Ini bukan soal administrasi semata, tetapi menyangkut kepastian hukum ratusan keluarga pemegang 103 SHM tersebut,” ucapnya.
Penasehat Hukum Warga, kepada awak media menyampaikan beberapa tuntutan warga yang menjadi korban, diantaranya adalah:
– Pengembalian seluruh SHM kepada pemilik sah
– Pengungkapan dugaan penyalahgunaan dan pemalsuan dokumen
– Perlindungan hukum dari BPN
– Penindakan tegas jika ditemukan unsur mafia tanah.
Dengan laporan resmi di Mabes Polri, pelimpahan perkara, pemeriksaan lapangan oleh Polda Lampung, dan penyidikan yang berjalan aktif, warga berharap negara hadir untuk memastikan hak-hak mereka dipulihkan serta menghentikan dugaan praktik penyalahgunaan dokumen tanah melalui kedok kerja sama penambangan pasir.
Sudi, salah satu terlapor ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp belum bisa dikonfirmasi, karena sedang diluar kota. (TIM)





